Minggu, 22 Juni 2008

Ibu

• Kenanglah Ibu yang menyayangimu
• Untuk ibu yang selalu meneteskan air mata ketika aku pergi .....

• Ingatkah engkau, ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu, tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu ..?

• Ingatkah engkau ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu ? ..dan ingatkah engkau
ketika air mata menetes dari mata ibumu ketika ia melihatmu terbaring sakit?
• Sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmu di rumah tempat kau dilahirkan ,
• Kembalilah memohon maaf pada ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu.
• Simpanlah sejenak kesibukan-kesibukan duniawi yang selalu membuatmu lupa untuk pulang
• Segeralah jenguk ibumu yang berdiri menantimu di depan pintu bahkan sampai malampun kian larut.
• Jangan biarkan engkau kehilangan saat-saat yang akan kau rindukan di masa datang. ketika ibu telah tiada ……………
• Tak ada lagi yang berdiri di depan pintu menyambut kita
• Tak ada lagi senyuman indah ... tanda bahagia.
• Yang ada hanyalah kamar yang kosong tiada penghuninya,
• Yang ada hanyalah baju yang digantung di lemari kamarnya.
• Tak ada lagi yang menyiapkan sarapan pagi untukmu makan, tak ada lagi yang rela merawatmu sampai larut malam ketika engkau sakit...
• Tak ada lagi dan tak akan ada lagi yang meneteskan air mata mendo'akanmu disetiap hembusan nafasnya.

• Kembalilah segera ….. peluklah ibu yang selalu menyayangimu ..
• Ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu dan berikanlah yang terbaik diakhir hayatnya.
• Kawan berdo'alah untuk kesehatannya dan rasakanlah pelukan cinta dan kasih sayangnya jangan biarkan engkau menyesal di masa datang kembalilah pada ibu yang selalu menyayangimu ..
• Kenanglah semua - cinta dan kasih sayangnya ...
• Ibu .. maafkan aku .
• Sampai kapanpun jasamu tak akan terbalas


Di sampaikan pada saat rihlah oleh hafizon alumni jebolan al-qorib

Muhasabah

Tatkala kudatangi sebuah cermin
Tampak sesok wajah yang telah kukenal dan sering kulihat
Namun aneh
sesungguhnya aku belum mengenal siapa yang kulihat
Tatkala kutatap wajah hatiku bertanya
apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya
bersinar disurga sana
Ataukah.....
wajah ini yang akan hangus legam
dibakar neraka jahannam
Tatkala kutatap mata manar hatiku bertanya
mata inikah yang akan menatap penuh kelezatan dan kerinduan
menatap Allah....
menatap Rasulullah....
menatap kekasih-kekasih Allah kelak
ataukah mata ini yang akan terbeliat,
melotot,
mengangah terburai menatap neraka jahannam
ataukah mata penuh maksiat ini akan menyelamatkan
Wahai....mata
Apa gerangan yang kau tatap selama ini
Tatkala kutatap mulut
Akankah mulut ini yang akan mendesah
penuh kerinduan
mengucap la ilahailallah.....
saat sakaratul maut menjemput
ataukah menjadi mulut mengangah
dengan lidah mejulur
dengan lengking jeritan pilu yang akan mencopot
sendi-sendi setiap pendengar
ataukah mulut ini
menjadi pemakan buah zalkun jahannam yang getir,
penghangus, penghancur setiap usus
Apakah yang engkau ucapkan wahai mulut yang malang
Berapa banyak dusta yang engkau ucapkan
Berapa banyak hati-hati yang remuk
dengan pisau kata-katamu yang mengiris tajam
Berapa banyak,berapa banyak kata-kata manis semanis madu
yang palsu yang engkau ucapkan untuk menipu
betapa jarang engkau jujur, betapa langkahnya engkau sahdu
memohon Tuhan mengampunimu
Berapa maksiat yang engkau lakukan,
berapa banyak orang-orang yang terzolomi oleh tubuhmu,
berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah
yang engkau tindas dengan kekuatanmu,
berapa banyak pertolongan yang engkau acuhkan
padahal engkau mampu,
berapa banyak hak-hak yang engkau rampas wahai tubuh,
seperti apa gerangan hatimu...
apakah isi hatimu sebagus kata-katamu
atau
sekotor daki-daki yang melekat ditubuhmu,
apakah hatimu segagah ototmu
atau
selemah daun-daun yang mudah rontok,
apakah hatimu seindah penampilanmu
atau sebusuk kotoran-kotoranmu
Betapa beda,
betapa beda apa yang tampak dicermin
dengan apa yang tersembunyi
Aku, aku telah tertipu....
aku tertipu oleh topeng, apa yang kulihat selama ini adalah topeng,
hanyalah topeng belaka,
betapa pujian yang terhambur hanyalah topeng....
betapa kaki indah hanyalah topeng,
sedangkan aku hanya seonggok sampah busuk yang terbungkus,
aku tertipu.....
aku malu ya Allah.....
aku malu, Allah....selamatkan aku ya Allah, selamatkan aku...aku...
Berjuang…engkau ingin berjuang
tapi tidak mampu menerima ujian
Engkau ingin berjuang
tapi rusak oleh pujian...
Engkau ingin berjuang
tapi tidak sepenuhnya mnerima pimpinan
Engkau ingin berjuang
tapi tidak setia kawan
Engkau ingin berjuang
tapi sanggup berkorban
Engkau ingin berjuang
tapi ingin jadi pemimpin
Engkau ingin berjuang
jadi pengikut agak segan
Engkau ingin berjuang
tolak asuh tidak engkau amalkan
Engkau ingin berjuang
tapi tidak sanggup terima cabaran
Engkau ingin berjuang
kesehatan dan kerehatan
tidak sanggup engkau korbankan
Engkau ingin berjuang
masa tidak sanggup engkau luangkan
Engkau ingin berjuang
karena istri tidak ketaatan
Engkau ingin berjuang
rumah tangga di tangguhkan
Engkau ingin berjuang
diri tidak engkau tingkatkan
Engkau ingin berjuang
disiplin diri engkau abaikan
Engkau ingin berjuang
janji kurang engkau tunaikan
Engkau ingin berjuang
kasih sayang engkau cuaikan
Engkau ingin berjuang tetamu engkau abaikan
Engkau ingin berjuang
anak istri engkau lupakan
Engkau ingin berjuang
ilmu berjuang engkau tinggalkan
Engkau ingin berjuang
kekasaran dan kekerasan engkau amalkan
Engkau ingin berjuang
pandangan engkau tidak engkau selaraskan
Engkau ingin berjuang
rasa ber Tuhan engkau abaikan
Engkau ingin berjuang
iman dan taqwa engkau lupakan
Yang sebenarnya apa yang engkau perjuangkan.......
Disampaikan pada saat rihlah 2008

C I N T A

Kata Romeo, Cinta adalah degupan hati ketika nama Juliet terucap

Kata Pujangga, Cinta adalah penerimaan dan pengorbanan

Kata angin, Cinta adalah kesejukan dan mengalir

Kata burung, Cinta adalah kicauan di pagi hari

Kata matahari, Cinta adalah kerinduan akan datangnya pagi
Secuil ungkapan
Cinta Getaran Hati dan Jiwa, Maka Cinta adalah
Kata yang... Menggetarkan Dunia

Kata yang... Menyelamatkan Dunia

Kata yang… Menjaga Dunia
Pemakna Cinta
Pemakna Realitas (Manusiawi-relatif-nisbi) Cinta diartikan-actualisasikan kenyataan masyarakat kehidupan:
Dua persi pacaran (makna pacaran menurut manusia)
Versi I
 No Touching
 No Kissing
 No Walking
Versi II
 Jalan-jalan berdua, nonton bareng, shoping, wisata, cuci mata, dll
 Bergandengan
 Bermesraan, berpelukan, bercumbu berdua (makna pacaran menurut manusia)
 Sampai...hup satu ni'mat (pihak satu sangat dirugikan), pihak lain satu ni'mat tanpa dirugikan secara pemaknaan manusia
Pemaknaan ideal/selamat
(suatu pendekatan)
 Al-mahabbah (kasih sayang)
 Fitroh manusia yang murni, tidak terpisah dari kehidupan
 Perasaan jiwa dan gejolak hati sebagai pendorong seseorang mencintai kekasihnya dengan penuh gairah, lembut dan kasih sayang

Tanda-tanda cinta:
• Rasa kagum/simpatik
• Berharap
• Takut (kehilangan apa saja demi yang dicintai)
• Rela (berkorban apa saja demi yang dicintai)
• Selalu ingat kepada yang dicintainya
• Selalu dibela
• Menomorsatukan
• Meistimewakan
• Memproritaskan
• Dst...yang indah-indah
Bagaimana berpacaran?
Logika yang lurus (pendekatan ilahiyah) Sumber Cinta dalam Hati

 Hati (Al-Qalbu, Al-Faidah...) murni ciptaan dan pemberian Allah (Q.S 16:78)
 Cinta (dan seluruh aspeknya) murni karunia Allah (QS 30:21)
 Tiada hari tanpa cinta (No day without love) tiada hidup tanpa cinta (No life Without love)
Kaidah
 Pengertian, proses, dan hasil/buah dari cinta menurut Allah Pasti aman dan selamat (Absolut-mutlak, jaminan kepastian)
 Pengertian, proses, dan hasil/buah dari cinta menurut manusia belum tentu aman selamat (relatif nisbi, tidak menjamin kepastian)
 Proses mencakup cara, jalan menuju...sesuatu (cara bercinta-mencintai, cara berpacaran, cara bercumbu...dst) menurut manusia belum tentu aman dan selamat
 Pandangan awal (petunjuk dasar)
Pokok sistematika-hierarkhis manajemen pacaran secara subyektif dan obyektif.
Pandangan subjectif

 Research
 PDKT (pendekatan)
 Pacaran
 Pelamaran
 Nikah
 Biaya mahal
 Belum tentu bernilai ibadah
 Dst
Pandangan objektif
• Research
• Pelamaran
• Bikah (ijab Qobul) jatah tunai 50% Agama
• PDKT (Pendekatan)
• Pacaran
• Hemat biaya dan energi
• Pasti bernilai ibadah
• Dst
Pembekalan Objektif
 Dan kami tunjukan dua jalan (kebaikan-kemuliaan, kejahatan-kehinaan)
 Akal (Aqlun) yang terbimbing merupakan hidayah, salah satu alat ukur yang obyektif
 Kebaikan dan kemuliaan setara dengan usaha sungguh-sungguh blagi mendaki-sukar (terminal kemenangan-syurga)
 Kejahatan-kehinaan setara dengan kemudahan, kesenangan dan sesuatu yang menipu (terminal kesengsaraan-api yang panas-naar-neraka)
Nasihat Cinta
Nasihat bagi para pengembara dan peraih cinta
Gapailah cinta tertinggi
(cinta yang mulia-makhabbahtul uulaa)
Gunakan parameter (ukuran) yang pasti benar
Gunakan fasilitas cinta menengah dan rendah (makhabbahtul wustho wal adnaa) untuk meraih cinta-Nya
Khotimah
Semoga Engkau Ridho Menumbuh Suburkan Cinta Kami.
Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh kami dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui,
(QS Yasin 36:36)
Disampaikan pada saat seminar ajari aku cinta yang di bawakan oleh dosen IAIN

10 Sahabat Rasullah SAW yang Dijamin Masuk Surga

Di bawah ini diceritakan tentang sepuluh sahabat Rasullullah SAW yang telah dijamin masuk surga disertai penjelasan tentang nasab dan keluarga mereka. Sumber artikel diambil dari www.islamhouse.com
1. Abu Bakar as Siddiq ra
Nama aslinya adalah Abdullah bin abi Quhafah.
Ayahnya, Abu Quhafah yang nama aslinya adalah Usman bin Amir bin Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ai bin Ghalib atTaimiy al Qurosy, bertemu silisilah/keturunan dengan Rasulullah saw di Murrah bin Ka’b.
Ibu Abu Bakar adalah Ummul Khair Salma binti Shokhr bin Amir bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah.
Usia beliau 63 tahun, sama seperti Rasulullah saw. Dia termasuk orang yang pertama masuk islam. Manusia terbaik setelah Rasulullah saw. Mengemban kekhilafahan selama 2,5 tahun. Riwayat-riwayat lain menyebutkan 2 tahun 4 bulan kurang 1 hari; 2 tahun;20 bulan
Putera-puterinya
1. Abdullah, awal masuk islam sehingga termasuk sahabat. Di saat Rasulullah saw dan Abu Bakar bersembunyi di dalam goa menghindari kejaran kafir Quraisy, ia pernah masuk goa itu juga. Dia terkena anak panah di Thaif, meninggal di saat ayahnya mengemban khilafah.
2. Asma’, pemilik dua ikat pinggang. Istri Zubeir bin Awwam. Hijrah ke Madinah di saat mengandung Abdulllah bin Zubeir. Sehingga Abdullah merupakan orang islam pertama yang lahir setelah hijrah. Ibu Asma’ adalah Qutailah binti Abdul Uzza berasal dari Bani Luay meninggal dalam keadaan kafir.
3. dan 4. Aisyah binti as-Siddiq, istri Nabi. Ia memiliki saudara seayah dan seibu yaitu Abdurrahman bin Abu Bakar, yang berada di barisan kaum musyrikin pada perang Badar, namun setelah itu ia masuk islam. Ibu Aisyah adalah Ummu Ruman binti Amir bin Uaimir bin Abdu Syams bin Attab bin Udzinah bin Subai’ bin Duhman bin al Harits. Masuk islam, dan ikut hijrah ke madinah dan wafat di zaman Rasulullah saw.
Cucu Abu Bakar: Abu Atik Muhammad bin Abdurrahman lahir di zaman Rasulullah saw, termasuk sahabat. Sehingga kami tidak tahu keluarga lain (selain Abu Bakar) yang dengan empat keturunan, semuanya tergolong sahabat (ayah Abu Bakar-Abu Bakar- Abdurrahman-Abu Atik)
5. Muhammad bin Abu Bakar. Lahir pada zaman haji wada’. Meninggal di Mesir dan dikuburkan di sana. Ibunya adalah Asma’ binti Umais al Khots’amiyyah.
6. Ummu Kultsum binti Abu Bakar. Lahir setelah Abu Bakar wafat. Ibunya adalah Habibah, riwayat lain menyebutkan Fakhitah binti Kharijah bin Zaid bin Abu Zuhair al Anshari. Ia dinikahi Thalhah bin Ubaidillah.
Keenam putera-puteri Abu Bakar adalah sahabat Nabi, kecuali Ummu Kultsum. Sementara Muhammad lahir masih zaman Nabi. Abu Bakar wafat pada tanggal 27 Jumadil Akhir 13H.
2. Abu Hafs Umar bin Khatab ra
Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdil Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razakh bin Adiyy bin Ka’b bin Lu’ai bin Ghalib. Bertemu silisilah/keturunan dengan Rasulullah saw di Murrah bin Ka’b.
Ibunya adalah Khantamah binti Hasyim. Riwayat lain menyebutkan binti Hisyam bin al Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum.
Umar masuk Islam di Mekah, dan mengikuti seluruh peperangan bersama Rasulullah saw
Putera-puterinya
1. Abu Abdurrahman Abdullah. Masuk Islam pada awal datangnya Islam. Berhijrah bersama ayahnya. Dan dia termasuk sahabat pilihan.
2. Hafshah, istri Nabi saw. Ibu Hafshah adalah Zaenab binti Math’un.
3. Ashim bin Umar. Lahir pada zaman Rasulullah saw. Ibunya adalah Ummu Ashim Jamilah binti Tsabit bin Abi al Aqlah.
4 dan 5. Zaid al Akbar bin Umar, dan Ruqayyah putri Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib.
6. Zaid al Ashghar dan Abdullah, keduanya putera Ummu Kultsum binti Jarwal al Khuzza’i.
7 dan 8. Abdurrahman al Akbar bin Umar dan Abdurrahman al Ausath, Abu Syahmah yang didera akibat minum khomr. Ibunya adalah Ummu Walad yang juga disebut Lahyah.
9. Abdurrahman al Ashghar bin Umar. Ibunya adalah Ummu Walad yang juga disebut Fakihah.
10. Iyadh bin Umar. Ibunya adalah Atikah binti Zaid bin Amr bin Nufail.
11. Abdullah al Ashghar bin Umar. Ibunya adalah Saidah binti Rafi’ al Anshariyyah. Dari Bani Amr bin Auf.
12. Fathimah binti Umar. Ibunya adalah Ummul Hakim binti Harits bin Hisyam.
13. Ummul Walid binti Umar. Tetapi kebenaran masih perlu diteliti lagi.
14. Zaenab binti Umar. Saudara Abdurrahman al Ashghar bin Umar.
Umar mengemban kekhalifahan selama 10 tahun 6,5 bulan. Terbunuh pada akhir DzulHijjah 23 Hijriyah, pada usia 63 tahun sesuai dengan usia Rasulullah saw. Akan tetapi ada perselisihan pendapat tentang usia beliau ini.
3. Abu Abdullah Ustman bin Affan ra
Ia adalah cucu dari Abu al Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf. Nasab keturunannya bertemu dengan Rasulullah saw di Abdu Manaf, yang merupakan kakek ke lima.
Nama ibunya adalah Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Habib bin Abdi Syams bin Abdu Manaf. Sementara ibunya adalah putri Ummul Hakim al Baidha’ binti Abdul Muthalib.
Utsman masuk Islam pada awal datangnya Islam di Mekah. Melakukan hijrah 2 kali (Habasayah dan Medinah). Menikahi 2 puteri Rasulullah saw. Mengemban kekhilafahan selama 12 tahun kurang 10 hari. Ada riwayat menyebutkan kurang12 hari. Terbunuh pada 18 Dzul Hijjah tahun ke-35 Hijriah ba’da Ashar. Saat itu ia sedang puasa. Ia meninggal pada usia 82 tahun.
Putera-puterinya:
1. Abdullah al Akbar, dilahirkan oleh Ruqayyah, puteri Rasulullah saw. Meninggal dunia pada usia 6 tahun. Rasulullah saw ikut masuk liang lahat saat penguburannya.
2. Abdullah al Ashghar, dilahirkan oleh Fakhitah binti ‘Azwan, saudari Utbah.
3, 4, 5 dan 6. Umar, Khalid, Aban dan Maryam. Mereka dilahirkan oleh Ummu Amr binti Jundab bin Amr bin Humamah dari kabilah Azd daerah Daus.
7, 8 dan 9. Al Walid, Said dan Ummu Amr. Mereka dilahirkan oleh Fatimah binti Walid bin Abdu Syams bin Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum.
10. Abdul Malik. Dia tidak mempunyai keturunan. Meninggal dunia tatkala telah dewasa. Dia dilahirkan oleh Ummul Banin binti Uyainah bin Hisn bin Hudzaifah bin Zaid.
11, 12, 13. Aisyah, Ummu Aban dan Ummu Amr. Mereka dilahirkan oleh Ramlah binti Syaibah bin Rabiah.
14,15,16. Ummu Khalid, Arwa dan Ummu Aban as Sughra. Mereka dilahirkan oleh Nailah binti Farafishah bin Ahwas bin Amr bin Tsa’labah bin Harits bin Hisn bin Dhamdham bin Adyy bin Janab bin Kalb bin Wabrah.
4. Abu al Hasan Ali bin Abi Thalib ra
Dia adalah cucu Abdul Mutthalib, sepupu Rasulullah saw. Dia dilahirkan oleh Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf. Fatimah adalah wanita Bani Hasyim pertama yang melahirkan keturunan dari Bani Hasyim. Masuk Islam di Mekah lalu hijrah ke Madinah dan wafat pada zaman Rasulullah saw.
Ali bin Abi Thalib menikah dengan Fatimah puteri Rasulullah saw. Kemudian lahirlah Hasan, Husein dan Muhassin dari pernikahan ini. Tetapi Muhassin wafat tatkala masih kecil.
Putera-puterinya yang lain
1. Muhammad bin Hanafiah. Ia dilahirkan oleh Khaulah binti Ja’far, dari Bani Hanifah.
2 dan 3. Umar bin Ali dan saudarinya Ruqayyah al Kubro.
4. Al Abbas al Akbar bin Ali, disebut juga as-Saqa. Ia terbunuh bersama Husein.
5, 6, 7, 8. Usman, Ja’far, Abdullah dan Banu Ali. Mereka saudara seayah dan seibu al Abbas al Akbar. Adapun ibu mereka adalah Ummul Banin al Kilabiyah.
9 dan 10. Ubaidullah dan Abu Bakar. Mereka tidak punya keturunan. Mereka dilahirkan oleh Laila binti Mas’ud anNahsyaliyyah.
11. Yahya bin Ali. Meninggal saat masih kecil. Lahir dari Asma’ binti Umais.
12. Muhammad bin Ali alAshghar. Ibunya adalah seorang budak yang bernama Daraj.
13 dan 14. Ummul Hasan dan Ramlah. Mereka dilahirkan Ummu Sa’d binti Urwah bin Mas’ud ats Tsaqofi.
15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25. Zaenab as Sughra, Ummu Kultsum as Sughra, Ruqayyah as Sughra, Ummu Hani’, Ummul Kiram, Umu Ja’far (nama aslinya Jumanah), Ummu Salamah, Maimunah, Khadijah, Fatimah, dan Umamah. Mereka ini dilahirkan dari para ibu yang berbeda-beda.
Ali mengemban kekhilafahan selama 4 tahun 7 bulan lebih beberapa hari. Ada beberapa pendapat berbeda mengenai hari. Ia mati terbunuh saat usianya 63 tahun. Ada beberapa riwayat lain menyebutkan 53 tahun, 58 tahun, 57 tahun. Pada saat itu disebut tahun Jama’ah, tahun 40 H.
5. Abu Muhammad Thalhah bin Ubaidillah ra
Ia cucu Usman bin Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah bin Ka’b bin Luayy bin Ghalib. Bertemu silisilah/keturunan dengan Rasulullah saw di Murrah bin Ka’b.
Ibu Thalhah adalah Sha’bah binti Khadrami, saudari al Ala’ bin Khadrami. Nama aslinya al Khadrami adalah Abdullah bin Abbad bin Akbar bin Auf bin Malik bin Uwaif bin Khazraj bin Iyadh bin Sidq. Ibunya masuk Islam dan wafat dalam Islam.
Thalhah masuk islam pada awal datangnya islam di Mekah. Turut serta dalam Perang Uhud dan peperangan setelahnya. Dia tidak turut dalam Perang Badar karena saat itu ia di Syam untuk berdagang. Tetapi Rasulullah saw memberikannya harta rampasan perang Badar dan menetapkannya sebagai ahli Badar.
Putera-puterinya:
1 dan 2. Muhammad asSajjad dan Imran. Muhammad asSajjad terbunuh bersama ayahnya. Kedua putera tersebut dilahirkan Hamnah binti Jahsy.
3. Musa bin Thalhah. Dilahirkan Khaulah binti Qo’qo’ bin Ma’bad bin Zurarah.
4,5,6. Ya’kub, Ismail, Ishaq. Mereka dilahirkan Ummu Aban binti Utbah bin Rabiah.
7 dan 8. Zakaria dan Aisyah. Dilahirkan Ummu Kultsum binti Abu Bakar as Shiddik ra.
9. Ummu Ishaq binti Thalhah. Dilahirkan Ummul Haris binti Qasamah bin Handzalah at Thaiyyah.
Seluruh putera puteri Thalhah 11 orang. 2 anak yang lain ada riwayat yang menyebutkan Usman dan Shalih, namun riwayat ini kurang kuat.
Thalhah terbunuh pada Perang Jamal pada tahun 36 H. Saat itu ia berusia 62 tahun.
6. Abu Ubaidillah Zubair bin Awwam ra
Ia cucu Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushayy bin Kilab. Nasab keturunannya bertemu dengan Rasulullah saw di Qushayy bin Kilab, yang merupakan kakek ke lima.
Ibunya: Shafiyyah binti Abdul Mutthalib, bibi Rasulullah saw. Masuk Islam dan Hijrah ke Madinah.
Zubair berhijrah dua kali (Habasayah dan Medinah).dan ia shalat dua kiblat (sebelum dirubah menghadap ka’bah, dahulu kaum muslimin shalat menghadap masjidil Aqsa). Ia adalah orang yang pertama kali menghunus pedangnya di perang fi sabilillah. Ia disebut Hawaryy Rasulullah saw.
Putera-Ppterinya:
1. Abdulllah, ia merupakan orang islam pertama yang lahir setelah hijrah.
2,3,4,5,6,7,8. Al Mundzir,Urwah,Ashim, al Muhajir, Khadijah al Kubro, Ummul Hasan, Aisyah. Kedelapan anak tersebut dilahirkan Asma’ binti Abu Bakar ra.
8,10,11,12,13. Khalid, Amr, Habibah, Saudah, Hindun. Mereka dilahirkan Ummu Khalid binti Khalid bin Said bin al Ash.
14,15,16. Mush’ab, Hamzah, Ramlah. Mereka dilahirkan Rabbab binti Unaif al Kalbiyyah.
17,18,19. Ubaidah, Ja’far, Hafshah, mereka dilahirkan Zaenab binti Bisyr dari Bani Qais bin Tsa’labah.
20. Zaenab binti Zubair. Ia dilahirkan Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Mu’aith.
21. Khadijah asShughra. Ia dilahirkan alJalal binti Qais dari Bani Asad bin Khuzaimah.
Seluruh putera puteri Zubeir 21 orang. Ia terbunuh pada Perang Jamal pada tahun 36 H. Saat itu ia berusia 67 tahun. Riwayat lain 66 tahun.
7. Sa’ad bin Abi Waqas ra
Nama Abi Waqas adalah Malik bin Uhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Bertemu silisilah/keturunan dengan Rasulullah saw di Kilab bin Murrah. Ibunya: Hamnah binti Sufyan bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdi Manaf.
Sa’ad masuk Islam pada awal datangnya Islam di Mekah. Ia berkata: “Saya adalah orang ketiga yang masuk Islam“
Turut serta dalam Perang Badar dan seluruh peperangan setelahnya bersama Rasulullah saw. Ia adalah orang yang pertama kali melontarkan anak panahnya di perang fi sabilillah. Adapun lontaran anak panahnya diarahkan pada sebuah pasukan yang di dalamnya terdapat Abu Sofyan. Pertemuan 2 pasukan itu terjadi dekat Rabigh di awal tahun pertama Rasulullah saw datang di Madinah.
Putera-puterinya:
1. Muhammad, ia dibunuh al Hajjaj.
2. Umar, dibunuh al Muhtar bin Abi Ubaid.
3 dan 4. Amir dan Mus’ab. Mereka berdua meriwayatkan hadist.
5,6,7. Umair, Shalih, Aisyah, mereka Bani Sa’d.
Wafat di istananya di Aqiq, yang jaraknya 10 mil dari Madinah. Lalu jenazahnya dipikul ke Madinah. Itu terjadi tahun 55 H. saat itu ia berusia 70 tahun lebih. Ia merupakan orang yang terakhir meninggal diantara 10 orang yang mendapat kabar gembira masuk surga.
8. Abu al ‘Awar Said bin Zaid bin Amr ra
Ia cucu Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Razah bin Adyy bin Ka’b bin Luayy bin Ghalib. Bertemu silisilah/keturunan dengan Rasulullah saw di Ka’b bin Luayy. Ibunya: Fatimah binti Ba’jah bin Umayyah bin Khuwailid, dari Bani Mulaih dari Khuzaah.
Said bin Zaid adalah sepupu Umar bin Khatthab ra, dan menikah dengan saudara Umar, Ummu Jamil binti Khattab.
Ia masuk Islam pada awal datangnya islam di Mekah. Namun ia tidak turut dalam Perang Badar. Di antara puteranya adalah Abdullah, seorang penyair.
Zubeir bin Bakkar berkata: Said anaknya sedikit, dan di antara mereka tinggal di luar Madinah. Said meninggal tahun 51 H. Saat itu ia tengah berusia lebih dari 70 tahun.
9. Abu Muhammad Abdurrahman bin Auf bin Abdi Auf ra
Ia cucu Ibnu Abd bin al Haris bin Zuhrah bin Kilab. Bertemu silisilahnya dengan Rasulullah saw di Kilab bin Murrah.
Ibunya bernama as Syifa’. Riwayat lain menyebutkan al’Anqa’binti Auf bin Abdul Harits bin Zuhrah. Ia masuk Islam dan hijrah.
Abdurrahman bin Auf masuk Islam pada awal datangnya Islam di Mekah. Turut serta dalam Perang Badar dan seluruh peperangan setelahnya bersama Rasulullah saw. Dalam riwayat sahih disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah menjadi makmum shalat padanya saat Perang Tabuk.
Putera-puterinya:
1. Salim al Akbar, meninggal sebelum datangnya Islam.
2. Ummul Qasim, lahir pada zaman Jahiliyah.
3. Muhammad, lahir setelah datangnya Islam. Dengan nama ini Abdurrahman dijuluki Abu Muhammad
4,5,6. Ibrahim, Humaid dan Ismail. Mereka dilahirkan Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Mua’ith bin Abi Amr bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdi Manaf.
Ummu Kultsum termasuk wanita yang hijrah dan salah seorang yang telah baiat pada Rasulullah saw. Dan seluruh putera Abdurrahman yang lahir darinya, menjadi perawi hadist.
Urwah bin Abdurrahman, terbunuh di Afrika. Ia dilahirkan Nuhairah binti Hani’ bin Qabishah bin Mas’ud bin Sya’ban.
Halim al Asghar, terbunuh di Afrika. Ia dilahirkan Sahlah binti Suhail bin Amr. Ia saudara seibu Muhammad bin Abu Hudhaifah bin Utbah.
Abdullah al Akbar, terbunuh di Afrika. Ibunya dari bani Abdil Ashal. Abu Bakar bin Abdurrahman dan Abu Salamah al Fakih, ia Abdullah al Ashghar. Ibunya adalah Tumadhir binti al Ashbagh alKalbiyyah. Ia wanita dari Bani Kalbiy pertama yang dinikahi lelaki Quraisy.
Abdurrahman bin Abdurrahman dan Mus’ab bin Abdurrahman. Mush’ab pernah menjadi tawanan polisi Marwan bin Hakam di Madinah.
Abdurrahman meninggal di Madinah, dan dimakamkan di Baqi’ tahun 32 H saat kekhalifahan Usman bin Affan. Usman ikut menyolati jenazahnya. Ia wafat pada usia 72 tahun.
10. Abu Ubaidah Amir bin Abdullah bin al Jarrah ra
Ia cucu Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin al Harrits bin Fihr bin Malik. Dilahirkan Ummu Ghanm binti Jabir bin Abdul Uzza bin Amir bin Umairah bin Wadi’ah bin Al Harits bin Fihr. Dalam riwayat lain: Umaimah binti Ghanm bin Jabir bin Abdul Uzza. Bertemu silisilah/keturunan dengan Rasulullah saw di Fihr bin Malik.
Abu Ubaidah masuk Islam pada awal datangnya Islam di Mekah, sebelum Rasulullah saw masuk Darul Arqam. Turut serta dalam Perang Badar dan beberapa peperangan setelahnya bersama Rasulullah SAW. Pada saat Perang Uhud, ia mencabut dua gelang (dari rajutan baju besi) yang menancap di wajah Rasulullah saw dengan gigi depannya. Akibatnya, tanggallah 2 giginya.
Keturunan Abu Ubaidah ra, hanya 2 putera, yaitu Yazid dan Umar. Namun mereka meninggal, dan tak terdapat lagi penerus generasi Abu Ubaidah.
Abu Ubaidah ra. wafat karena wabah penyakit tha’un amwas pada tahun 18 H. Ia dimakamkan di Ghour Baisan di Desa Amta’. Saat itu usianya 58 tahun. Muadz bin Jabal ra. ikut menshalati jenazahnya. Ada riwayat lain menyebutkan Amr bin A’sh pun ikut.
Pada saat Perang Badar Abu Ubaidah membunuh ayahnya yang saat itu masih kafir. Karena peristiwa ini Allah menurunkan ayat:
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.”

Guru Umat Pada Zamannya.

Oleh: Cecep Taufikurrohman.
Dari sekitar delapaan puluh dua tahun perjalanan hidup Syaikh Qardhawi (sampai tahun 2008), minimal ada dua hal yang menjadi main stream aktivitas hidupnya. Pertama adalah aktivitasnya sebagai seorang intelektual dalam bidang fikih (faqih) kedua adalah aktivitasnya yang sangat signifikan dalam shahwah dan harakah Islamiyah.
Bagi Qardhawi, ilmu yang diraihnya di Al-Azhar adalah bekalnya dalam menggali khazanah Islam, sedangkan yang didapatkannya di lapangan bersama Ikhwan adalah bekal utamanya dalam menjalani dunia pergeraklan Islam (harakah) dan shahwahIslamiyah.


a. Muqaddimah: Mesir adalah salah satu negara di kawasan Timur Tengah yang sangat kaya dengan khazanah keislaman. Semenjak Islam masuk ke sana dan Amr bin ‘Ash menjadi gubernur pertama di bawah Khalifah Umar Ibn al-Khattab, di negeri ini telah muncul para pemikir muslim dan pembaharu yang sangat brilian. Pada zaman Islam klasik, kita mengetahui bahwa salah seorang imam madzhab Islam terbesar, Muhammad bin Idris al-Syafi’i atau yang dikenal dengan Imam Syafi’i, hampir separuh usianya beliau habiskan di Mesir. Pada tataran militer, negeri ini pernah dijadikan markas besar oleh mujâhid besar, Shalahuddin al-Ayyubi yang membebaskan al-Quds dari tangan kaum Nashrani.
Pada abad ke-19, kita mendengar tokoh pembaharu seperti Jamaluddin al-Afghani (meskipun bukan kelahiran Mesir) (1838-1897 M), yang bersama-sama dengan Syaikh Muhammad Abduh (1849-1905 M) menerbitkan majalah al-‘Urwah al-Wutsqâ di Paris. Afghani adalah seorang pembaharu yang berusaha keras membela dunia Islam dan membebaskan mereka dari genggaman para penjajah dan terkenal dengan ide pan Islamismenya (al-Jâmi’ah al-Islâmiyah). Adapun Muhammad Abduh adalah seorang ulama yang berusaha keras melakukan pembaharuan dan mendialogkan ajaran Islam (terutama syarî’ah) dengan realitas masyarakat yang dihadapinya. Begitu pula muridnya, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M), yang meneruskan tafsir al-Mannâr karya Muhammad Abduh dan menerbitkan majalah al-Mannâr.
Kemudian disusul ulama-ulama Al-Azhar lainnya yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu. Tentu saja rentang waktu antara Imam Syafi’i dengan Jamaluddin al-Afghani tersebut, di Mesir telah banyak pemikir besar lainnya yang muncul. Pada wacana pemikiran kaum intelektual muslim Mesir ini, sekitar awal abad ke-14 Hijriyah atau abad ke-19 Masehi, terjadi polemik besar antara kaum pembaharu dan kaum tradisional. Di satu sisi, kaum pembaharu berusaha keras agar dapat menghadapkan dan membawa Islam kepada persoalan-persoalan kontemporer yang tidak pernah muncul pada zaman klasik, sedangkan di sisi lain kaum tradisionalis sama sekali menolak ide pembaharuan tersebut dan mereka menangkapnya dengan penuh kecurigaan bahkan mereka menganggap bahwa ide pembaharuan hanyalah merupakan sebuah ide besar berbau Barat yang akan menghancurkan prinsip-prinsip ajaran Islam, padahal bagi para pembaharu, upaya tajdid ini adalah sebuah keniscayaan (necessity),
karena tanpanya, Islam tidak akan dapat menyentuh persoalan-persoalan baru. Akan tetapi, pembaharuan yang dilakukan harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip pokok Islam yang tidak dapat berubah (tsawâbit)

Tentu saja arah berlawanan ini menimbulkan polemik besar dan berkepanjangan. Akan tetapi, akhirnya polemik tersebut mulai menjinak dengan munculnya beberapa pemikir baru Mesir pada awal abad ke-20 yang di antaranya adalah Syaikh Muhammad al-Ghazali dan Dr. Yusuf Qardhawi. Syaikh Muhammad al-Ghazali adalah ulama yang merepresentasikan kaum pembaharu, sedangkan Syaikh Qardhawi adalah reprsentasi kaum tradisonal.
Dengan hadirnya dua orang ulama ini, kubu pembaharu dan tradisional mulai saling berdialog dan mendekati, sehingga kemunculan dua orang tokoh tersebut (meminjam istilah Thariq al-Busyra) seperti dua buah lautan yang bertemu pada sebuah muara (multaqâ al-Bahrain), yaitu lautan para pembaharu dan lautan kaum tradisional, yang kemudian dua laut itu menjadi satu arus.
Dengan demikian, dari kolaborasi ‘cantik’ antara dua pemikir ini, kita menemukan seorang pembaharu yang memiliki ruh tradisional dan pembela prinsip-prinsip Islam (ushûl); dan seorang tradisionalis yang memiliki jiwa pembaharu yang menggunakan tajdid sebagai jalan untuk mempertahankan eksistensi dan ushûl Islam.

Dengan demikian, gaya pemikiran Islam seperti ini, akan dapat menjadikan Islam lebih dapat berdialog dan harmonis dengan zaman, tetapi ia tidak kehilangan kemurniannya. Dua orang ulama ini adalah alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Mereka sering sekali mendialogkan pemikirannya secara terbuka. Salah satunya adalah ketika Syaikh Muhammad al-Ghazali menulis sebuah buku yang berisi rekontruksi standar keshahihan hadits berdasarkan makna (matan) dan tidak hanya mendasarkannya kepada kredibilitas para perawi (sanad) seperti yang dilakuakn oleh para ulama klasik.
Buku tersebut berjudul: al-Sunnah al-Nabawiyyah baina Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Hadîs. Kemudian Syaikh Qardhawi berusaha mengkritik metodologi Syaikh al-Ghazali ini dengan metodolgi klasik yang sangat dikuaisainya. Buku tersebut berjudul Kaifa na ta’âmal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyah (Bagaimanakah seharusnya memperlakukan Sunnah Nabawiyah). Kedua buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kedua tokoh ini adalah dua orang ulama yang memiliki kedekatan secara personal dan pernah bersama-sama menjadi penghuni penjara Thûr, bahkan Qardhawi menulis buku yang secara khusus menceritakan kedekatannya dengan Syaikh Muhammad al-Ghazali yang berjudul: al-Syaikh al-Ghazâlî Kamâ Araftuhu: Rihlah Nishf Qarn. Saat ini, setelah Syaikh Muhammad al-Ghazali meninggal dunia (bulan Maret tahun 1996),

Syaikh Qardhawi terus berjuang dan berkarya untuk kebangkitan umat. Tentu saja ruang sempit untuk pengantar buku ini bukan tempatnya untuk memaparkan perjalanan dan jasa mereka terhadap Islam. Kami hanya akan menulis sebagian kecil kontribusi yang telah diberikan Qardhawi, salah seorang ulama yang masih hidup dan berusaha keras meneruskan cita-cita para pendahulunya tersebut terhadap Islam.

b. Masa Kecil Syaikh Qardhawi:
Syaikh Yusuf Qardhawi (selanjutnya ditulis: Qardhawi) yang semenjak duduk di tingkat keempat Ibtida’iyah selalu dijuluki ‘Yâ Allâmah’ atau syaikh oleh para gurunya, beliau dilahirkan di sebuah kampung kecil yang bernama Shaft Turab. Ia adalah salah satu perkampungan asri Mesir yang terdapat di Provinsi Gharbiyah, dengan ibu kotanya Thantha. Dari Kairo, kampung tesebut berjarak sekitar 150 kilo meter atau untuk menempuhnya membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam. Tepatnya ia dilahirkan pada tanggal 09 September 1926 dari pasangan suami istri yang sangat sederhana tetapi taat beagama. Ia tidak berkesempatan mengenal ayah kandungnya dengan baik, karena tepat usianya baru mencapai dua tahun, ayah yang dicintainya telah dipanggil sang Khâliq, pemilik kehidupan dan kematian.

Setelah ayah kandungnya meninggal dunia, ia diasuh dan dibesarkan oleh ibu kandung, kakek dan pamannya. Akan tetapi pada saat ia duduk di tahun keempat Ibtida’iyah Al-Azhar, ibunya pun dipanggil yang maha kuasa. Beruntung, ibu yang dicintainya masih sempat menyaksikan putra tunggalnya ini hafal seluruh al-Quran dengan bacaan yang sangat fasih, karena pada usia sembilan tahun sepuluh bulan, ia telah hafal al-Qu’ran di bawah bimbingan seorang kutâb yang bernama Syaikh Hamid. Setelah ayah, Ibu dan kakeknya meninggal dunia, ia diasuh dan dibimbing oleh pamannya. Pendidikan formalnya dimulai pada salah satu lembaga pendidikan Al-Azhar yang dekat dengan kampungnya, yang hanya menerima calon siswanya yang sudah hafal al-Quran.
Di lembaga pendidikan inilah Qardhawi kecil mulai bergelut dengan kedalaman khazanah Islam di bawah bimbingan para gurunya. Selain itu, dalam rentang waktu Ibtida’iyah sampai Tsanawiyah yang diseleaikannya di Al-Azhar, ia mengalami berbagai peristiwa yang kelak sangat mempengaruhi jalan hidupnya. Salah satu peristiwa istimewa yang dialaminya di tingkat Ibtida’iyah adalah pada saat pertama kali ia mendengarkan ceramah Ustdaz al-Bana. Ketika mendengarkan ceramahnya, intuisi Qardhawi kecil mulai dapat merasakan kehadiran seorang laki-laki ‘alim yang telah menggadaikan seluruh kehidupannya hanya untuk kepentingan Islam dan umatnya. Saat itu, Qardhawi kecil yang pernah bercita-cita untuk menjadi Syaikh Al-Azhar, dapat menangkap seluruh isi ceramah yang disampaikan Syaikh al-Bana tanpa terlewat satu bagian pun. Ia pun mulai memiliki kesadaran dan pemahaman akan pentingnya dakwah yang dilakukan secara berjama’ah; maka untuk upaya inilah ia mulai bergabung bersama Ikhwan al-Muslimin.
Pada masa kecilnya, di dalam jiwa Qardhawi terdapat dua orang ulama yang paling banyak memberikan warna dalam hidupnya, yaitu Syaikh Al-Battah (salah seorang ulama alumni Al-Azhar di kampungnya) dan Ustadz Hasan al-Bana. Bagi Qardhawi, Syaikh al-Battah adalah orang yang pertama kali mengenalkannya kepada dunia fikih, terutama madzhab Maliki, sekaligus membawanya ke Al-Azhar. Sedangkan Syaikh al-Bana adalah orang yang telah mengajarkannya cara hidup berjamaah, terutama dalam melaksanakan tugas-tugas berdakwah. Mengenai pengaruh al-Bana dalam dunia pemikiran dan spiritualnya, beliau pernah mengatakan: “Di antara orang-orang yang paling banyak memberikan pengaruh besar dalam dunia pemikiran dan spiritual kami adalah Syaikh al-Syâhid al-Bana.”


c. Proyek dan Kontribusi Qardhawi:

Dari sekitar tujuh puluh enam tahun perjalanan hidup Syaikh Qardhawi (sampai tahun 2002), minimal ada dua hal yang menjadi main stream aktivitas hidupnya. Pertama adalah aktivitasnya sebagai seorang intelektual dalam bidang fikih (faqih) dan kedua adalah aktivitasnya yang sangat signifikan dalam shahwah dan harakah Islamiyah. Bagi Qardhawi, ilmu yang diraihnya di Al-Azhar adalah bekalnya dalam menggali khazanah Islam, sedangkan yang didapatkannya di lapangan bersama Ikhwan adalah bekal utamanya dalam menjalani dunia pergeraklan Islam (harakah) dan shahwahIslamiyah.
Kita akan mencoba melihat dua proyek besar yang terus menerus digarap oleh Qardhawi dalam rangka mengabdikan diri untuk kepentingan umat.

a. Sebagai Seorang Faqih: Seperti telah disebutkan di atas, bahwa Mesir adalah salah satu negara di kawasan Timur Tengah yang sangat kaya dengan khazanah intelektual Islam. Di kawasan yang pernah disinggahi beberapa orang nabi ini, hampir semua aliran pemikiran dan madzhab keagamaan dapat kita temukan, baik madzhab fikih, kalam maupun tasawuf. Dalam dunia fikih, di negeri ini hampir seluruh madzhab besar (terutama empat madzhab Sunni), tetap hidup dan berkembang. Tidak heran jika di sana ada beberapa daerah yang dikenal sebagai kawasan madzhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah ataupun Hanbaliyah

Walaupun demikian, madzhab Imam Syafi’i adalah madzhab yang dianut oleh mayoritas masyarakat Mesir, terutama di perkampungan. Secara historis, hal tersebut disebabkan karena Imam Syafi’i pernah tinggal lama di Mesir (sampai meninggal dunia) dan di negeri ini pula beliau melahirkan qaul jadid, yaitu pendapat-pendapat yang sangat berbeda dengan yang pernah difatwakannya semasa di Irak (qaul qadîm). Dalam dunia tasawuf, sampai saat ini di Mesir masih tumbuh subur berpuluh-puluh tarikat sufi yang di antaranya adalah Ahmadiyah (bukan Ahmadiyah Mirza Ghulam Ahmad), Naqsyabandiyah, Syadziliyah, Rifa’iyah, Burhamiyah, ditambah puluhan tarikat lainnya yang merupakan cabang dari lima tarikat besar tersebut.
Tentu saja tumbuh subur dan terjaganya khazanah Islam di Mesir ini tidak dapat dilepaskan dari peranan Al-Azhar yang merupakan pemilik otoritas keagamaan bagi seluruh masyarakat Mesir[7] dan selalu membela ajaran Islam di garis paling depan. Di kampung halaman tempat lahir dan dibesarkannya Qardhawi sendiri, terdapat beberapa madzhab fikih dan aliran-aliran tarikat yang dianut masyarakat secara turun temurun. Tradisi ketaatan mereka terhadap madzhab tertentu secara ekstrim, telah menyebabkan mereka hidup statis dan monoton yang sering sekali berubah menjadi sikap fanatik yang tidak dapat dibenarkan oleh Islam, sehingga dalam beribadah, mereka tidak lagi mengikuti al-Quran dan Sunnah atau qaul yang argumentatif dan dapat dipertangungjawabakan.
Hal tersebut disebabkan karena kepatuhan mereka adalah semata-mata merupakan kepatuhan terhadap indifidu dan bukan pada kekuatan hujjah yang digunakan. Kondisi inilah yang membesarkan Qardhawi. Akan tetapi ia masih sangat beruntung, karena meskipun hidup di tengah-tengah masyarakat yang madzhab centris, ia masih dapat ‘tercerahkan’ dan memiliki arus berbeda dengan masyarakat di sekitarnya. Tentu saja sikap Qardhawi ini tidak dapat dilepaskan dari peranan dan bantuan para gurunya. Semenjak duduk di tingkat Tsanawiyah, Qardhawi telah banyak belajar agar dapat hidup berdampingan dengan mereka yang memiliki pandangan berbeda.
Pada tingkat ini pulalah ia mulai belajar untuk mengikuti hujjah dan bukan mengikuti figur, karena ia mengetahui (sesuai perkataan Imam Malik), bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan kebenaran, meskipun pada perjalanannya, secara tidak disengaja ia melakukan kesalahan. Semua orang (meskipun seorang ulama besar atau imam madzhab), pendapatnya dapat diterima ataupun ditolak, kecuali Rasulullah saw. Oleh sebab itu, semenjak duduk di tingkat Ibtidaiyah, jika ia mendapatkan gurunya tidak memiliki argumen yang jelas dari al-Quran dan sunnah, ia tidak segan-segan mengkritik dan membantah pendapat gurunya.
Melihat sikap kritis Qardhawi kecil ini, ada gurunya yang sangat bangga tetapi ada pula yang merasa ‘jengkel’, sehingga ia pernah diusir dari kelas karenanya Sikap seperti ini, semenjak dini telah dibuktikan oleh Qardhawi di tengah-tengah masyarakat, yaitu pada saat ia diminta untuk mengajar ilmu-ilmu agama di sebuah masjid jami’ kampungnya. Saat itu, ia mengajarkan ilmu fikih tetapi yang diajarkannya bukanlah qaul-qaul madzhab Syafi’i yang dianut oleh mayoritas penduduk. Ia mengajarkan fikih langsung dari sumber utamanya, yaitu al-Qur’an dan Sunnah shahihah ditambah dengan fatwa para sahabat. Ia sendiri mengakui bahwa metode pengajaran yang diterapkannya ini diambilnya dari metode yang digunakan oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya.
Tentu saja upaya-upaya Qardhawi tersebut mendapatkan penentangan yang sangat kuat dari masyarakat yang selama ini hanya hidup dalam Syafi’iyah cyrcle. Resistensi masyarakat dan para ulama tua di kampungnya ini mencapai puncaknya dengan sebuah ‘pengadilan’ yang mereka adakan secara khusus untuk meminta pertanggungjawaban Qardhawi. ‘Pengadilan’ tersebut akhirnya berubah bentuk menjadi sebuah forum polemik seru antara Qardhawi muda dengan para ulama madzhab di kampungnya. Pada perdebatan tersebut, ia berhasil meyakinkan para ulama dan masyarakatnya, bahwa ia bukanlah orang yang membenci madzhab, bahkan ia adalah salah seorang pengagum para imam madzhab dengan kelebihan dan kekurangan mereka masing-masing.
Ia menganjurkan seandainya kita akan mengambil sebuah qaul dari madzhab tertentu, maka ia harus diambil langsung dari qaul pendirinya yang ditulis dalam buku induknya (seperti al-Um bagi madzhab Syafi’i), karena jika suatu madzhab semakin dekat kepada sumber-sumber utamanya, maka pengikutnya akan semakin toleran, tetapi jika mereka semakin jauh dari sumber aslinya, justru inilah yang selalu menimbulkan fanatisme buta, meskipun mereka mengetahui bahwa pendapat tersebut tidak memiliki hujjah yang kuat.
Selain itu, sikap toleran yang dimilikinya didapatkan pula dari Ikhwan al- Muslimin, sebuah pergerakan Islam yang membina umat dari berbagai segmen, sehingga ia banyak belajar berbaur dengan mereka yang memiliki faham berbeda memiliki latar belakang pendidikan berbeda. Sikapnya dalam memperlakukan fikih tersebut berlanjut sampai masa tua. Oleh sebab itu, tidak heran jika pada saat ia mulai mencapai kematangan dalam dunia fikih,
ia memilih metode fikihnya dengan semangat moderasi (wasathiyah), toleransi (tasâmuh), lintas madzhab dan selalu menghendaki kemudahan bagi umat (taisîr), serta mengakses penggalian hukum secara langsung dari sumbernya yang asli, yaitu al-Quran dan sunnah shahihah. Dengan metode inilah Qardhawi menjelajahi dunia fikih, dari tema-tema yang paling kecil seperti masalah lalat yang hingap pada air, sampai masalah yang paling besar seperti ‘Bagaimanakah Islam menata sebuah negara’?, atau dari tema yang paling klasik seperti masalah thahârah, sampai yang paling kontemporer seperti masalah demokrasi, HAM, peranan wanita dalam masyarakat dan pluralisme (ta’addudiyah). Di dalam ijtihad fikihnya, Qardhawi telah berhasil membuat sebuah formulasi baru dalam memperlakukan fikih, terutama ketika ia berhadapan dengan persoalan-persoalan kontemporer.
Di antara formula yang dibangunnya adalah mengenai perlunya dibangun sebuah fikih baru (fiqh jadîd) yang akan dapat membantu menyelesaikan persoalan-persoalan baru umat. Walaupun demikian, yang dimaksudnya dengan ‘fikih’, tidak hanya terbatas pada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hukum-hukum juz’i yang diambil dari dalil-dalil terperinci (tafshîlî) seperti persoalan-persoalan thaharah, shalat, zakat dan lain sebagainya, bukan pula hanya merupakan sebuah sistem ilmu dalam Islam. Lebih dari itu, seraya mengutip al-Ghazali, yang dimaksudnya dengan kata ‘fikih’ adalah merupakan sebuah pemahaman yang komprehensif terhadap Islam, yaitu al-Fiqh (fikih) sebagai al-Fahm (pemahaman).
Adapun fikih baru yang berusaha dibangunnya antara lain adalah sebuah fikih terdiri dari:

1. Keseimbangan (fiqh al-Muwâzanah). Yang dimaksudnya dengan fikih keseimbangan (muwâzanah) adalah sebuah metode yang dilakukan dalam mengambil keputusan hukum, pada saat terjadinya pertentangan dilematis antara maslahat dan mafsadat atau antara kebaikan dan keburukan, karena menurutnya, di zaman kita sekarang ini sudah sangat sulit mencari sesuatu yang halal seratus persen atau yang haram seratus persen. Menurutnya, dengan menggunakan sistem fikih seperti ini, kita akan dapat memahami: Pada kondisi seperti apakah sebuah kemudaratan kecil boleh dilakuakan untuk mendapatkan kemaslahan yang lebih besar, atau kerusakan temporer yang boleh dilakukan untuk mempertahankan kemaslahatan yang kekal, bahkan kerusakan yang besar pun dapat dipertahankan jika dengan menghilangkannya akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar.

2. Fikih realitas (Fiqh Wâqi’î). Yang dimaksudkannya dengan fikih wâqi’î adalah sebuah metode yang digunakan untuk memahami realitas dan persoalan-persoalan yang muncul di hadapan kita, sehingga kita dapat menerapkan hukum sesuai dengan tuntutan zaman.[

3. Fikih prioritas (Fiqh al-Aulawiyât). Yang dimaksudnya dengan fikih prioritas adalah sebuah metode untuk menyusun sebuah sistem dalam menilai sebuah pekerjaan, mana yang seharusnya didahulukan atau diakhirkan. Salah satunya adalah bagimana mendahulukan ushûl dari furû’, mendahulukan ikatan Islam dari ikatan yang lainnya, ilmu pengethuan sebelum beramal, kualitas dari kuantitas, agama dari jiwa serta mendahulukan tarbiyah sebelum berjihad.

4. Fiqh al-Maqâshid al-Syarî’ah, yaitu sebuah fikih yang dibangun atas dasar tujuan ditetapkannya sebuh hukum. Pada teknisnya, metode ini ditujukan bagaimana memahami nash-nash syar’i yang juz’î dalam konteks maqâshid al-Syarî’ah dan mengikatkan sebuah hukum dengan tujuan utama ditetapkannya hukum tersebut, yaitu melindungi kemaslahatan bagi seluruh manusia, baik dunia maupun akhirat. Ia mengutip Ibn Qayyim yang mengatakan, bahwa prisip utama yang menjadi dasar ditetapkannya syari’ah adalah kemaslahatan dan kebaikan bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, maka seluruh kandungan syari’ah selalu berisi keadilan, kasih sayang Tuhan dan hikmah-Nya yang mendalam. Dengan demikian, segala sesuatu yang di dalamnya mengandung kelaliman, kekejian, kerusakan dan ketidakbergunaan, maka pasti ia bukanlah syari’ah.

5. Fikih perubahan (Fiqh al-Tagyîr). Ia adalah sebuah metode untuk melakukan perubahan terhadap tatanan masyarakat yang tidak Islami dan mendorong masyarakat untuk melakuakn perubahan tersebut. Selain itu, kontribusi lain yang diberikan Qardhawi dalam bidang fikih adalah bagaimana mencairkan kejumudan umat Islam dalam menghadapi zaman. Menurutnya, salah satu penyebab kejumudan tersebut adalah berhentinya kreativitas umat dalam berijtihad yang merupakan dapur utama kemajuan mereka. Dari masa ke masa, persoalan umat selau berkembang, terutama setelah terjadinya inovasi-inovasi baru dalam bidang sains dan teknologi, sementara seperti kita fahami bersama, jumlah ayat al-Quran dan hadits nabi, sampai kiamat mustahil akan bertambah. Oleh sebab itu, tidak ada cara lain untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut kecuali melalui jalan ijtihad yang didasarkan pada prinsip-prinsip utama ajaran Islam.[
Menurutnya, melakukan ijtihad adalah merupakan sebuah kewajiban agama kolektif (fardlu kifâyah), artinya pada setiap zaman harus ada seseorang yang mampu dan mau melakukannya, bahkan bagi mereka yang sudah mencapai kemampuan untuk melakukanya, ijtihad adalah merupakan sebuah kewjiban indifidual (fardhu ‘ain). Meskipun demikian, menurut Qardhawi, dalam melakukan ijtihad kontemporer, terdapat beberapa kode etik ijtihad yang harus menjadi acuan utama para mujtahid, baik yang berhubungan dengan para mujtahid (sebagai subjek) maupun yang berhubungan dengan tema persoalan (objek).

Kode etik yang berkenaan dengan para mujtahid antara lain:
1. Dalam melakukan ijtihad, hendaknya seseorang telah memiliki perangkat-perangkat utama yang diperlukan dalam berijtihad. Perangkat-perangkat tersebut antara lain: harus memahami bahasa Arab, memiliki pengetahuan yang memadai mengenai al-Quran dan sunnah, ushul fikih serta memiliki keahlian dalam beristidlal. Syarat lain yang tidak kalah penting adalah agar seorang mujtahid benar-benar memahami kondisi zamannya, sehingga ia dapat menetapkan sebuah hukum yang sesuai dengan tuntutan zamannya. Dengan demikian, maka seorang mujtahid tidak akan menjadi masyarakat elit yang berada di menara gading, dan keputusan hukum yang diambilnya jauh dari realitas umat, dengan istilah lain mujtahid fî wâdin dan realitas umat fî wâdin âkhar. Artinya, dalam menentukan hukum, ia tidak akan memandang sebuah kasus hanya sebagai kasus yang berdiri sendiri tanpa melihat latar belakang dan faktor-faktor penyebabnya. Ia mencontohkan hal ini dengan ijtihad Ibn Taimiyah. Pada saat Ibn Taimiyah bersama beberapa orang muridnya melewati barak tentara Tatar, beliau mendapatkan mereka sedang pesta mabuk. Tentu saja para murid Ibn Taimiyah tidak dapat menerima kenyataan ini. Akan tetapi kepada para muridnya Ibn Taimiyah berkata: “Biarkan saja mereka tenggelam dalam mabuk dan khamar. Allah telah mengharamkannya karena ia dapat menghalangi seseorang dari dzikir dan shalat, tetapi saat ini kita lihat khamar telah menghalangi mereka dari melakukan pembunuhan dan peperangan”.

2. Dalam melakukan ijtihad, hendaklah seorang mujtahid selalu independen dan tidak berada di bawah tekanan pihak manapun. Memang kode etik ijtihad tersebut sangat ideal dan menjadi kriteria untama untuk seorang mujtahid muthlak. Akan tetapi pada prakteknya, semua orang dapat melakuakn ijtihad dalam bidang tertentu yang menjadi spesialisasinya atau yang disebut dengan al-Mujtahid al-Juz’î, yaitu seseorang yang hanya berijtihad pada beberapa persoalan yang menjadi spesialisasinya saja.

Adapun kode etik yang berhubungan dengan objek ijtihad adalah sebagai berikut:
1. Hendaknya ijtihad yang dilakukan hanya pada wilayah-wilayah yang dzannî, baik dzannî dilâlah maupun dzannî al-Tsubît. Dengan demikian kita tidak diperkenankan untuk berijtihad pada persoalan-persoalan yang qathî, karena persoalan yang didasarkan pada dalil qath’i, bukan merupakan wilayah ijtihad.

2. Ijtihad dapat dilakukan baik dalam tema-tema yang benar-benar baru (ijtihâd insyâ’î) maupun dalam memilih pendapat yang argumennya paling kuat, paling sesuai dengan Maqâshid al-Syarî’ah dan paling maslahat bagi umat.

b. Dalam Dunia Dakwah (Harakah Dan Shahwah Islamiyah): Selain sebagai seorang penulis dan pemikir produktif, Qardhawi aktif pula dalam dunia dakwah (harakah dan shahwah Islamiyah). Yang dimaksud dengan shahwah adalah sebuah upaya untuk membangkitkan umat dari keterlenaan, keterbelakangan, kejumudan dan melepaskan mereka dari konflik internal melalui berbagai wujud usaha dengan tujuan memperbaharui agama, sehingga dapat memperbaharui kehidupan dunia mereka.
Pada tataran teknis, cita-cita shahwah tersebut berusaha diwujudkan dalam sebuah aktivitas harakah. Ia menyadari bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, tidak dapat dilakukan secara individual, tetapi ia membutuhkan sebuah kerja massal (‘amal jamâ’i) yang tersusun dan terprogram secara rapi. Oleh karena hal inilah maka semenjak duduk di tingkat Tsanawiyah, Qardhawi telah memulai tugas berdakwah dengan bergabung bersama Ikhwan dan semenjak awal, ia telah dipersiapkan agar menjadi salah seorang kader terbaik mereka. Salah satunya adalah pada saat ia ditunjuk untuk menjadi da’i Ikhwan untuk seluruh Mesir, dari Provinsi Alexandria (Iskandariyah) sampai Aswan dan Sinai, bahkan ia pernah ditugaskan berdakwah di beberapa negara Arab seperti Suria, Libanon dan Yordania, dengan dana yang didapatkannya dari Ustadz Hasan al-Hudhaibi, Mursyid ‘âm Ikhwan yang kedua, padahal saat itu ia masih berstatus sebagai seorang mahasiswa. Selain menjadi aktivis di lapangan, Qardhawi juga adalah merupakan salah seorang pemikir yang ide-idenya banyak dijadikan sebagai referensi oleh para aktivis harakah.
Menurutnya, yang dimaksud dengan harakah adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan secara kolektif dan dimulai dari masyarakat paling bawah (bottom up) dan terorganisir secara rapih dalam upaya mengembalikan masyarakat kepada ajaran Islam. Menurut Qardhawi, tujuan utama yang harus direalisasikan oleh sebuah harakah Islamiyah adalah bagaimana mewujudkan sebuah pembaharuan (tajdîd). Melakukan tajdîd adalah merupakan sebuah sunnatullah yang akan terus berulang. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis riwayat Abu Dawud dan al-Hakim: “Sesunggunya pada setiap seratus tahun, Allah akan mengutus untuk umat ini, orang yang memperbaharui agamanya”. Yang dimaksudkannya dengan pembaharuan (tajdid) adalah sebuah upaya untuk memperbaharui pemahaman keagamaan, keimanan, sikap iltizam kepada agama serta memperbaharui metode dakwah yang digunakan.
Ia bukanlah sebuah usaha untuk membuat aturan baru dalam agama dengan merubah prinsip-prinsip baku (tsawabit) atau merusak tatanan ajaran yang qath’i.Adapun bidang-bidang yang harus diprioritaskan dalam memncapai tujuan tersbeut antara lain adalah: pendidikan (tarbiyah), pekerjaan politik (siyâsah), ekonomi (iqtishâdiyah), sosial (ijtimâ’iyah), media massa (wasâ’il al-‘Ilâm) dan pekerjaan ilmiah.
Kontribusi Qardahawi dalam dunia dakwah tersebut, sangat kental dengan warna Hasan al-Bana. Dalam hal ini kita dapat mengatakan, jika Ustadz al-Bana adalah merupakan pendiri (mu’assis) dan disigner harakah Ikhwan, kemudian diteruskan oleh para mursyid ‘âm lainnya, maka kemunculan Qardhawi dalam harakah ini adalah sebagai penyambung lidah dan penerus cita-cita al-Bana. Kita mengetahui bersama bahwa perjuangan al-Bana dalam membesarkan harakah tersebut telah sampai pada tahap pembentukan sebuah harakah yang terorganisir. Setelah lama berkembang, maka kemunculan Qardhawi dalam gerakan ini adalah sebagai orang yang berusaha memagari harakah tersebut. Oleh sebab itu, karya-karya utama Qardhawi dalam bidang harakah dan shahwah Islamiyah, selalu diarahkan kepada upaya memperkokoh gerakan tersebut.
Di antara karya-karyanya yang diarahkan kepada tujuan tersebut adalah al-Shahwah al-Islâmiyyah baina al-Juhûd wa al-Tatharruf, al-Shahwah al-Islâmiyyah baina al-Ikhtilâf al- Masyrû’ wa al-Tafarruq al-Madzmûm, al-Shahwah al-Islâmiyyah wa Humûm al-Wathan serta Aulawiyyât al-Harakah al-Islâmiyah fi al-Marhalah al-Qadîmah. Pada empat karya tersebut, Qardhawi berusaha keras membuat batasan-batasan etis yang harus dipegang dalam menjalankan tanggung jawab harakah, serta mengobati penyakit yang biasanya menghingapi para aktivis harakah. Menurut Qardhawi, hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang aktivis harakah Islamiyah adalah bagaimana mewujudkan sikap moderat (wasathiyah) dan menghindari sikap ekstrem (tatharruf), menghindari sikap yang terlalu mudah mengkafirkan seseorang (takfîr) serta sudah saatnya agar harakah Islamiyah membuka diri untuk berdialog dengan arus yang selama ini berseberangan dengan mereka, baik kalangan sekuler, orientalis, mereka yang berbeda agama, bahkan dialog dengan mereka yang ateis, sehingga harakah Islamiyah tidak lagi diasumsikan sebagai gerakan yang ekslusif (inghilâq).
Satu hal yang tidak kalah penting bagi para aktivis harakah Islamiyah adalah agar mau merangkul semua kelompok yang sama-sama memiliki dedikasi untuk Islam, sehingga dalam menghadapi berbagai kekuatan dan pemikiran yang akan merusak jati diri Islam, mereka dapat bersatu padu dalam sebuah barisan yang kokoh dengan seluruh kekuatan yang mereka miliki bersama.
c. Pro-Kontra Seputar Pemikiran Qardhawi: Adalah merupakan salah satu sunnah Allah bahwa kehidupan manusia tidak akan ada yang mencapai kesempurnaan. Tidak ada seseorang yang ide-idenya akan selau mulus diterima tanpa reserve oleh berbagai kelompok. Begitu pula dengan usaha-usaha yang dilakuakan oleh Qardhawi, karena selain para pengagum yang selalu terperangah dengan ide-ide briliannya, ada juga kelompok lain yang harus ‘berfikir dua kali’ untuk menerima ide-idenya, bahkan ada pula yang mencurigai seluruh usahanya.
Pada dasarnya kritikan yang disampaikan oleh siapa dan kepada siapa pun, akan sangat konstruktif jika dilakukan dengan cara-cara yang cerdas dan beradab, sehingga generasi yang akan datang, dapat belajar banyak dari mereka. Akan tetapi, semua itu akan menjadi preseden buruk bagi masa depan umat, jika dilakukan secara emosional dan penuh kecurigaan. Pada konteks inilah kita akan memahami pihak-pihak yang berseberangan dengan Qardhawi.
Di antara para ulama yang mengkritik Qardhawi dengan ilmu dan menghargai seluruh usahanya adalah Syaikh Nashiruddin al-Albani (peneliti hadits terbesar abad 20), Syaikh Abdullah bin Beh dan Syaikh Rasyid al-Ghanusi. Untuk mengkritik Qardhawi, Syaikh al-Albani, menulis sebuah buku yang berjudul Ghâyah al-Marâm fî Takhrîj Hadîts al-Halâl wa al-Harâm. Pada buku ini beliau berusaha meneliti (takhrîj) kesahihan hadis-hais yang digunakan Qardhawi dalam bukunya yang berjudul al-Halâl wa al-Harâm fî al-Islâm. Selain itu, menurut Isham Talimah, kelompok yang keras mengkritik pemikiran Qardhawi adalah mereka yang menamakan diri sebagai kaum Salafî.
Ia telah menemukan ada oknum mereka yang menulis sebuah buku yang berjudul al-Qardhâwi fî al-Mîzân. Buku ini beredar luas di Sudi Arabia. Isham Talimah mengatakan, bahwa ia pernah bertanya mengenai persoalan ini kepada salah seorang pejabat Konsul Saudi Arabia di Qathar. Ternyata ia menjawab bahwa buku tersebut ditulis oleh seseorang yang tidak dikenal, karena ulama-ulama Saudi sangat respek terhadap pemikiran Qardhawi. Buku ini telah dijawab dengan ilmiah dan penuh tangung jawab oleh salah seorang mantan hakim Syari’ah Qathar, Syaikh Walid Hadi.
d. Penutup: Demikianlah pembacaan kami terhadap usaha dan karya ulama yang karya tulisnya telah mencapai ratusan ini. Apapun yang kami tangkap dan tuangkan pada tulisan sederhana ini adalah merupakan sebuah pandangan sederhana dari seseorang yang ingin berpihak kepada kebenaran dan ingin menjauhi sikap berat sebelah. Apapun hasilnya, Allah maha tahu terhadap mereka yang tulus membela agama-Nya dan Dia maha tahu pahala apa yang layak diberikan-Nya.
Wallâhu ‘Alam bi al-Shawâb.

Empat syarat masuk surga

Bagi yang merindukannya
1. hendaknya menebar salam
Dengan salam perbutan baik kita akan diridoi allah
2. menyambung tali silahturahmi
Dapat membuka pintu rezki
3. memberi makan orang lapar
Rasul mengajarkan mengutamakan memberi makan fakir miskin dan anak yatim piatu
4. bangun pada malam hari dan melakukan solat malam.
Diambil dari tausiah ustd.solihin abdulah

Minggu, 15 Juni 2008

AGAR CINTA DIBERKAHI

Oleh : Al – faqir M. Iing Solihin
Berbicara tentang mahabah atau cinta adalah sesuatu yang paling menarik, Ibnu Sina berpendapat bahwa apapun jua yang ada dalam alam ini tidak terlepas dari cinta.
Cinta itu fitrah ,
Menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah rasa suka, keinginan untuk mengasihi, sehingga menimbulkan kerisauan dan kehawatiran jika kehilangan.
Menurut Al – Badhawi cinta adalah keinginan untuk taat. Dan menurut Ibnu Arafah cinta adalah menghendaki sesuatu untuk meraihnya.
Menurut syeh amin al – kurdi cinta adalah kecendrungan tabiat kepada sesuatu.
Jangan salah memaknai cinta
Makna cinta bisa sangat beragam dalam dan luas, tergantung kepada presepsi yang dipahami seseorang .
• Orang yang hidup dan dibesarkan dalam suaana materelistiks, akan sangat mungkin cinta yang tumbuh dalam hatinya akan selalu didasarkan pada materi.
• Orang yang hidup dan dibesarkan dalam suasana pergaulan bebas, sangat mungkin membuat orang tersebut memaknai cinta dengan mengumbar nafsu dan menikmati kebebasan sebebas – bebasnya tanpa adanya batasan.
Begitu juga sebaliknya Cinta orang tua kepada anaknya,
• Dengan alasan cinta dan saying kepada anaknya memberikan kebebasan dalam pergaulan bahkan tidak perduli lagi apakah anak itu berbuat baik atau berbuat salah
• Dan Ada juga yang memilih mendidik terlalu berlebihan, karena begitu ketakutan terjadi sesuatu kepada anaknya sampai kemanapun tidak diperbolehkan, termasuk ikut ngaji majelis ta’lim tidak diperbolehkan dengan alas an cinta dan saying kepada anak.
Allah yang melimpahkan rasa cintanya kepada kita, tentu lebuh mengetahui bagaimana mengatur cinta yang tumbuh pada manusia, karena sesuatu yang dicintai Allah pasti baik untuk manuisia dan sesuatu yang dibenci oleh allah pasti buruk untuk manusia, sedangkan, kalau kita mencintai sesuatu belum tentu baik untuk kita dan kalau kita membenci sesuatu belum tentu buruk untuk kita, sebagaiman Allah tegaskan didalam Al – Qur’an surat Al-Baqarah Ayat 216 yang artinya : “ ….. boleh jadi kamu membenci sesuatu,padahal itu amat baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui.”
Dengan demikina kita dapat mengetahui bahwa cinta yang tumbuh dari perasaan saja belum tentu benar dan baik .
Cinta yang diberkahi seperti apa dan bagaimana ?
Islam memaknai cinta dengan dimensi yang luas dan indah, rasa cinta, keinginan untuk mengasuhi,rasa takut kehilangan dan keininan taat dibingkai dalam nuansa iman.
Rosulullah SAW : bersabda : ada tiga hal, kalau ada pada seseorang maka akan dapat merasakan manisnya iman yakni :
1. Dia mencintai Allah dan rasulnya melebihi cintainya kepada yang lain.
2. Dia mencintai dan membenci seseorang karna Allah
3. Dia benci atau tidak suka untuk kembali kepada kekufuran, setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana ia benci dilemparkan kedalam neraka.
( H.R. Bukhari dan Muslim )

Bayan :
1. Surat Al – baqarah ayat 165
2. Riwayat umar umar
3. Seperti sebuah kisah pemuda dari arab badui yang bertanya kepada rasul, Mata Sa’ah ?
Surat Al – Imran Ayat 14 dan 15
Cinta yang tumbuh karena ketaatan kepada Allah tentunya akan berdampak baik!
Kembali TAQWA

4 Wasiat Imam Abu Laits Sebagai Bekal Mati

This week, penulis mengambil dari Risalah Islam dari Buletin Jum’at, Saudaraku! Kubur adalah masa depan kita yang pasti akan kita lewati, karena hanya itulah jalur jalan satu-satunya untuk menuju jalan berikutnya. Saudaraku! Siap atau tidak siap bekal itu harus segera kita siapkan. Abu Laits as-Samarqandi berkata, kalau sesorang itu hendak selamat dari siksa alam barzakh (kubur) hendaklah melazimkan empat perkara semuanya :
1. Hendaklah ia menjaga solatnya
2. Hendaklah dia bersedekah
3. Hendaklah dia membaca al-Qur’an
4. Hendaklah dia memperbanyakkan membaca tasbih, karena dengan memperbanyakkan membaca tasbih, karena dengan memperbanyakkan membaca tasbih, ia akan dapat menyinari kubur dan melapangkannya.
Adapun empat perkara yang harus dijauhi ialah :
1. Jangan berdusta
2. Jangan berkhianat
3. Jangan mengadu-domba
4. Jangan kencing tanpa bersuci
Rasulullah S.A.W telah bersabda yang maksudnya, “Bersucilah kamu semua dari kencing, karena Sesungguhnya kebanyakan siksa kubur itu puncak dari kencing.”
Dikisahkan bahwa sewaktu Fatimah r.a. meninggal dunia maka jenazahnya telah diusung oleh 4 orang,
Yaitu : Ali bin Abi Talib (suami Fatimah r.a), Hasan (anak Fatimah r.a), Husein (anak FAtimah r.a) dan Abu
Dzafrrin Al-Ghifary r.a. Sewaktu jenazah Fatimah r.a diletakkan di tepi kubur, Abu Dzafrrin Al-Ghufary r.a
berkata pada kubur, “Wahai kubur, tahukah kamu jenazah siapakah yang kami bawa ini adalah Fatimah
az-Zahra, anak Rasulullah S.A.W.”
Maka berkatalah kubur, “Aku bukannya tempat bagi mereka yang berderajat atau bernasab, adapun
aku adalah tempat amal shaleh. Orang yang banyak amal maka dia akan selamat dariku, tetapi kalau orang
itu tidak beramal shaleh maka dia tidak akan terlepas dari aku (akan aku layani dia dengan seburuk-buruk
nya).”. Itulah “empat” wasiat dari salah seorang ulama salaf kita. Mari dari detik ini kita siapkan bekal itu.
Edisi 6

CAMKANLAH HADITS-HADITS BERIKUT INI :

Minggu kemarin penulis mengambil beberapa dari ayat-ayat Al-Qur an tentang masalah shalat fardhu, puasa dan zakat, Minggu ini penulis mengambil beberapa hadits yang diambil dari sebuah buku yang berjudul “Bimbingan Islam Untuk Pribadi Dan
Masyarakat” yang ditulis oleh Syekh Muhammad Bin Jameel Zeeno, adapun hadits-haditsnya antara lain :
1. Tidak akan datang hari kiamat sehingga orang-orang Islam memerangi dan membunuh orang-orang Yahudi.
( Riwayat Muslim )

2. Barang siapa berperang dengan tujuan agar agama Allah berjaya di dunia ini, maka ia berperang di jalan Allah.
( Riwayat Bukhari )

3. Barang siapa mencari keredhaan manusia dengan perbuatan yang dimurkai Allah, maka Allah akan membiarkan dan menyerahkan
orang itu kepada mereka.
( Riwayat Turmudzi )

4. Barang siapa meninggal dalam keadaan musyrik maka ia akan masuk neraka.
( Riwayat Bukhari )

5. Barang siapa yang menyimpan ilmunya maka Allah akan memasang sumbu api pada dirinya.
( Riwayat Ahmad )

6. Barang siapa menyimpan bermain gundu ( sejenis judi ) maka ia telah mendurhakai Allah dan rasulNya.
( Riwayat Ahmad )

7. Bermula Islam itu asing dan kelak akan kembali asing seperti semula. Maka berbahagialah orang-orang yang terpencil tidak benyak
kawannya, yaitu orang yang melestarikan sunnahku yang sudah dirusak oleh manusia.
( Riwayat Muslim dan Turmudzi )

8. Maka berbahagialah orang-orang yang terpencil, yaitu orang-orang yang shaleh yang hidup di tengah orang banyak yang perangi
nya di mana orang yang taat kepada orang yang shaleh lebih sedikit jumlahnya daripada orang-orang yang durhaka.
( Riwayat Ahmad )

9. Tidak boleh taat kepada pemimpin dalam hal ma’siat kepada Allah karena kewajiban taat hanya dalam urusan yang baik.
( Riwayat Bukhari )

10. Tanda-tanda orang munafik ada tiga yaitu, apabila berbicara ia bohong, apabila berjanji ia berkhianat dan apabila dipercaya ia
curang.
( Riwayat Bukhari dan Muslim )

Semoga hadits-hadits di atas bisa membuka hati kita, sehingga kita bisa meningkatkan ketaqwaan kita
kepada Allah SWT, Amin Ya Rabbal alamin.
Edisi ke 5

AYAT AL-QUR AN TENTANG SHALAT FARDHU, PUASA

1. Q.S. Al-Ankabut : 45
Yang artinya : “Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar ( keutamaannya dari ibadat- ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

2. Q.S. Thoha : 14
Yang artinya : “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku.”

3. Q.S. An-Nisa : 103
Yang artinya : “Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardlu yang tentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”

4. Q.S. Hud : 114
Yang artinya : “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan dari pada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”

5. Q.S. Al-Baqarah : 183
Yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan atasmu berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajib kan juga atas orang-orang sebelummu semoga kamu menjadi orang yang bertaqwa.

6. Q.S. Al-Baqarah : 185
Yang artinya : “Barang siapa yang menyaksikan masuknya bulan Ramadhan hendaklah ia berpuasa. Barang siapa yang atau dalam perjalanan, boleh tidak berpuasa, namun hendaklah ia mengqodhoi pada hari-hari yang lain.”

7. Q.S. Al-Baqarah : 43
Yang artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku.”

8. Q.S. Al-Baqarah : 110
Yang artinya : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

9. Q.S. At-Taubah : 60
Yang artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, penguru -pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

10. Q.S. At-Taubah : 103
Yang artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”


Edisi ke 4

JANGAN MENIRU GAYA HIDUP ORANG KAFIR

Islam telah mengajarkan kepada pemeluknya untuk berpenampilan, berprilaku dan bergaya hidup khusus dan tidak mengajarkan agar mengikuti setiap arus baru. Dimana sejak awal kedatangannya telah memiliki tatanan gaya hidup yang jelas. Hal tersebut, Islam sangat memperhatikan perbedaan seorang Muslim dengan yang lain dalam bergaya hidup mereka. Karena kesamaan dalam bergaya akan menyebabkan kesamaan dalam beraqidah. Na’udzu Bil Laahi Min Dzaalik.
Banyak sekali gaya hidup orang kafir antara lain :
1. Makan dan minum dengan tangan kiri
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW,
bersabda “Janganlah kalian makan dengan tangan kiri dan jangan pula minum dengan(tangan kiri).Sesungguh
nya syetan makan dengan tangan kirinya dan minum dengannya(tangan kiri pula)”. Tangan kiri adalah untuk
syetan dan tangan kanan untuk malaikat.
2. Wanita berambut pendek
Gaya hidup wanita-wanita kafir lainnya adalah memotong rambutnya hampir kepangkal rambut seperti laki-laki.
hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’I dari Ali ra, ia berkata bahwa : “Rasullullah SAW
melarang wanita mencukur atau memotong rambutnya”. Adapun memotong rambut yang tidak diperbolehkan
adalah jika tujuannya untuk mempercantik diri dimata selain mahramnya.
3. Laki-laki bertindik dan berambut panjang
Merupakan cri khas orang Yahudi, dan termasuk gaya hidup yang menyerupai perempuan. Hal ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Abu Dawud, disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW, ber
sabda “Allah telah melaknat wanita-wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki menyerupai perempuan.
4. Di dalam rumah terdapat anjing
Merupakan gaya hidup orang Yahudi (kafir). Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh At-Thabrani
dan Imam Dhiyauddin dari Abu Umamah ra, ia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW, bersabda “Sesungguh
nya malaikat ( rahmat ) tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing”, dan Imam Muslim,
At-Tirmidzi, An-Nasa’I dari Abu Hurairah ra , ia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW, bersabda “Barang
siapa yang memelihara anjing bukan untuk keperluan berburu, bukan anjing penjaga ternak, dan bukan anjing
untuk menjaga kebun atau ladang maka pahala amal shalehnya susut setiap haru dua qirath”.
5. Di dalam rumah terdapat alat permainan dadu
Merupakan gaya hidup orang Yahudi (kafir), Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Munafiqun : 9
yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi”. Oleh
Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim dari Abu Musa Al-Asy’ari ra , ia berkata bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda “ Barang siapa yang melakukan permainan dadu berarti dia telah bermaksiat kepada
Allah dan Rasul-Nya”. Dan berdasarkan Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Buraidah ra
ia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW, bersabda “barang siapa yang bermain dadu, maka seakan-akan ia
memasukkan tangannya ke dalam daging babi dan genangan darahnya”.
Masih banyak lagi gaya hidup orang kafir yang harus kita jauhi dan kita hindari, mohon maaf mungkin ini secara garis besarnya saja penulis dapat ambil dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan semoga kita dilindungi oleh Allah SWT dan semoga menjadi hamba-Nya yang bertaqwa.
Di ambil dari risalah islam edisi ke 3

KATA-KATA BIJAK

Banyak sekali kata-kata bijak dalam hidup ini, kali penulis mengambil kata-kata bijak diambil dari teman-teman dan kegiatan yang pernah penulis ikuti, mohon maaf jika dalam penulisannya terdapat kesalahan dan kepada Tuhan saya mohon ampun.
Adapun kata-kata bijak itu antara lain :
1. Bekerjalah untuk duniamuseakan-akan engkau hidup untuk selamanya,
dan beramalah kamu untuk akhiratmu seakan-akan esok hari engkau tiada
( Abdullah bin Umar didapat dari Akwat Al-Qorib)
2. Iklas itu nyata ketika kita merasa bukan apa-apa,
Sabar itu ada ketika kita tegar menjalaninya,
Semangat membara itu ada ketika kita nyakin Allah tidak pernah mengecewakan
(Akhwat Al-qorib)
3.Jadikan kegembiraan itu sebagai ungkapan syukur,
Kesedihan sebagai wujud kesabaran,
Diam sebagai bentuk tafakur,
Menyingkapi masalah sebagai pelajaran,
Ucapan sebagai zikir,
Hidup sebagai ketaatan
Kematian sebagai cita-cita
(Akhwat Al-Qorib)
4. Luangkanlah waktu untuk berfikir karena berfikir adalah sumber kekuatan,
Luangkanlah waktu untuk diam karena diam adalah kesempatan menuju Tuhan,
Luangkanlah waktu untuk berdo’a karena berdo’a adalah kekuatan terbesar di bumi
( Akwat Al-Qorib)
5. Dosa terbesar adalah ketakutan
Rekreasi terbaik adalah kerja
Musibah terbesar adalah keputus asaan
Kebenaran adalah kesabaran
Guru terbaik adalah pengalaman
Misteri terbesar adalah kematian
Kehormatan terbesar adalah kesetaraan
Karunia terbesar adalah anak yang soleh
Sumbangan terbesar adalah berpartisipasi
Modal terbesar adalah kemandirian
( Ali bin Abi Thalib didapat dari Ikhwan Al-Qorib)
Di ambil dari risalah islam edisi ke 2

SYETAN KALAH DENGAN BERJAMAAH

“Dengan berjamaah semua menjadi mudah”, itulah seharusnya syiar dalam hidup kita. Banyak perintah ALLAH yang menyerukan agar kita melaksanakan perintah tersebut secara berjamaah, karena hanya dengan berjamaah, perintah itu bisa dilaksanakan. Misalnya, perintah ALLAH dalam Al-Quran, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.”(QS.Al-Baqarah : 43).
Perintah ini mustahil bisa kita laksanakan kalau kita sendirian. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa para sahabat mengadu kepada Rasulullah, saat mereka makan tapi tidak kenyang-kenyang, Rasulullah menjawab bahwa titik masalahnya karena mereka makannya terpisah-pisah, tidak berjamaah, lalu beliau bersabda “Berkumpullah kalian ketika makan, dan bacalah Basmalah, niscaya ALLAH akan memberkahi makan kalian.” ( HR. Abu Daud dan Ibnu Majah). Kita perlu jamaah dalam hidup kita, agar kita melaksanakan seluruh perintah ALLAH dengan sempurna, dan supaya kita tidak mudah menjadi santapan syetan.
Kalau kita melaksanakan shalat sendirian, maka akan terasa berat dan malas, apalagi shalat Isya’, terutama shalat Shubuh, kalau hal itu kita laksanakan dengan berjamaah, ada orang lain yang mengingatkan kita saat lalai, ada orang lain yang menyemangati kita dikala kita malas, maka menunaikan shalat akan menjadi lebih mudah, meskipun shalat Isya, shalat Shubuh dan bahkan shalat malam sekalipun.
Mu’adz bin Jabal berkata, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya syetan itu serigala manusia seperti serigala pada kambing. Serigala itu akan memangsa kambing yang menyendiri. Maka dari itu janganlah kalian berpisah-pisah. Dan hendaklah kalian berjamaah, bersama komunitas masyarakat dan masjid”.(HR.Ahmad no.21020 dan menurut al-Hafizh al-Iraqi rijalnya terpecaya).
Syetan jin sangat suka melihat manusia yang hidupnya berpisah dari kelompoknya, tidak punya teman sebagai tempat bertanya, tidak punya patner untuk bertukar pikiran, tidak punya sahabat untuk mengajaknya kepada kebaikan dan mencegahnya dari kemungkaran. Syetan sangat leluasa untuk mempermainkannya dan menjerumuskannya.
Masjid adalah tempat berkumpulnya orang-orang baik dan tempat yang dimualiakan oleh ALLAH, sedangkan syetan tidak suka masjid, mereka lebih suka pasar (Kitab Faidhul Qadir : 2 / 350 ). “Dengan berjamaah, syetan akan mudah kita kalahkan”.
Diambil dari risalah islam al qorib bina darma edisi 1